Bersama dengan jama’ah pun antum serapuh ini?

hamas-gaza-Ezzedine-al-Qassam-Brigades-terror-

Kenikmatan dalam dakwah itu seringkali disebut kenikmatan semu. Tak nampak. Tak terpikirkan oleh logika. Semua murni dari pertolongan Allah. Jika memang jalan dakwah ini memang terjal dan begitu curam kelihatannya, boleh jadi kita sedang menuju muara kenikmatan sesungguhnya yang kelak dipertemukan di yaumul akhir.

Dalam setiap kegiatan amal kebaikan akan selalu berdampingan dengan tantangan. Bahkan ketika amalan-amalan yang hendak kita perbuat pun sesungguhnya tantangan sudah menanti bahkan mungkin sebelum niat baik terucapkan. Itulah dinamika kebajikan. Pasti ada liku-likunya mulai dari kerikil bebatuan sampai ombak yang siap menerjang kedalam jiwa dan raga setiap kita.

Apa yang terpikirkan hari ini. Apa yang kita perbuat hari ini. Dan apa yang kita rencanakan esok hari adalah pasti ada keterlibatan Allah didalamnya. Namun, seringkali kita tidak sadar akan bercampurnya rona-rona kebahagiaan kala nikmat sudah diterima dan kerapkali teringatkan saat bencana menimpa. Itulah bentuk terkecil dari keteledoran kita dalam memahami Dzat yang selalu membersamai kita.

Kesungguhan yang bersinambungan dan perasaan terarah menuju Allah SWT bisa didapati, salah satunya dengan adanya jama’ah. Kemudian pertanyaannya apakah dengan jama’ah kita serta merta kokoh dan tangguh terhadap ujian Allah serta godaan syetan? Jelas tidak ada yang menjamin hal demikian.

Dalam setiap amal berjama’ah yang kita lakukan adalah bagian dari sistem kebaikan yang terstruktur oleh para pendahulu kita. Perumusan kekhususan amal-amalan ruhiyah kita yang tercantum dalam amal yaumi adalah buah dari pemikiran panjang untuk menjaga tarbiyah ruhiyah seorang ikhwah dan keberlangsungan jama’ah. Namun, jelas sekali ikhwah dan jama’ah adalah korelasi yang jelas kefondasiannya. Namun, jama’ah memberikan sistem amal yang sebenarnya tidak menjamin seseorang ikhwah itu bisa shalih seketika. Karena sejatinya hidayah keshalihan itu datangnya dari Yang Maha Berkehendak, Allah SWT.

Ada tiga amalan khas yang kemudian pula menjadi kebiasaan yang kita jalani sebagai amal yaumi. Meskipun ketiga hal ini bukan suatu kemutlakan bahkan dijadikan patokan dalam beramal sehingga mengenyampingkan amalan-amalan lain. Namun ini hanya sebagai perenungan untuk menguatkan jiwa-jiwa perang seorang da’i.

  1. Tilawatil Quran

Membaca Al Quran adalah amalan yang sekaligus dzikir atau pengingat ketika kondisi apapun. Membaca Al Quran adalah upaya menguatkan ruhiyah kita yang sedang rapuh. Membaca Al Quran adalah pengingat ketika kita sedang diuji dengan kenikmatan yang berlebih. Dan membaca Al Quran pada dasarnya adalah mentransformasikan bacaan menuju tahap perenungan diri.

Kita terlalu khawatir ketika rezeki kita seolah-olah berkurang. Namun kita tidak terlalu khawatir jika bacaan quran kita kurang dari satu juz dalam satu hari. Bukankah setiap pekan kita evaluasi bersama rekan-rekan? Bukankah setiap hari kita diingatkan untuk selalu tilawatil quran? Apakah ini begitu berat buat antum yang sebenarnya 1 juz ini sudah dibiasakan waktu dulu? Bisa ditolerir bagi antum yang pernah besusah payah mengejar target 1 juz per hari. Tapi apakah untuk kondisi setelah “hijrah” lalu bisa ditolerir?

Mungkin boleh jadi kita tidak terlalu merenungi maksud dari lantunan kalamullah. Mungkin juga kita tidak terlalu mendalami anjuran Rasul dalam mengkhatamkan Al Quran dalam setiap bulan. Atau bahkan kita terlalu merenungi toleransi daripada ketakutan masa depan dakwah ini.

  1. Shalat

Apa jadinya jika shalat malam menjadi bagian dari shalat wajib? Bagi sahabat terdahulu mungkin tidak mengapa. Karena itu pernah jadi kewajiban dari Allah SWT. Di sisi lain juga shalat malam adalah penguat jiwa mereka, pelecut ghirah seorang pahlawan, dan penenang hati mereka.

Dalam sistem berjama’ah kita dikenal untuk sering saling menasehati. Teringat cerita ketika seorang sahabat bertemu dengan sahabat tercintanya. Pertanyaan yang pertama dilontarkan bukan berapa penghasilan, bukan juga tentang kekayaan , tetapi tentang “bagaimana terjaganya shalat antum di keheningan malam?”

  1. Dzikir

Dzikir pagi petang adalah anjuran dari Nabi Muhammad SAW. Pemegang risalah yang diturunkan oleh Allah SWT kepada seluruh umat. Selalu memberikan arahan untuk mengingat-Nya dengan dzikir pagi petang supaya dalam sistem dimensi waktu yang Allah ciptakan adalah diisi dengan kebermanfaatan dan keterkaitan hati dengan Sang Khaliq.

Tidak heran seorang ulama Hasan Al Banna membuat susunan dzikir Al Matsurat berdasarkan riwayat-riwayat hadits Nabi SAW. Dengan mudahnya kita bisa membaca berurutan dan bahkan bisa menghafalnya. Dengan serta merta ini adalah bagian dari kemudahan yang Allah berikan kepada kita semua untuk senantiasa mengingat Allah dalam setiap pembagian waktu yang Allah berikan.

Ketiga amalan yang merupakan sebagian amalan-amalan lain yang kiranya tidak bisa disebutkan pemaparanya. Itu pun sudah menjadi jelas menunjukkan kelemahan kita. Saya memahami bahwa dalam diri kita selalu bertempur dengan hawa nafsu yang senantiasa membuat kita lemah dan rapuh dimakan bisikan-bisikan syetan.

Benar sekiranya Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah mengingatkan kepada kita bahwa dengan jama’ah saja antum bisa serapuh ini, apalagi jika menjauhinya. Tidak terbayang amalan-amalan yaumi yang senantiasa diingatkan pun kita leha-leha menjalankannya. Tidak jelas akhir dari tujuan hidup kita ini jika tidak ada “lingkaran kebaikan” yang selalu menyelimuti hati dan perbuatan kita. Bersyukurlah untuk terus bersama dengan mereka yang berjama’ah dalam beramal. Nikmatilah setiap proses perjuangan dakwah ini. Dan berdo’alah supaya Allah menguatkan dakwah ini dan jadikan kita termasuk orang-orang yang masuk ke dalam golongan yang Allah ridhai setiap amalan perbuatan kita.

Semoga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih beradab dari segi keimanannya. Bisa memilih pemimpin yang tepat untuk rakyatnya. Bisa menjadikan bangsa ini terlihat kebaikan akhlaqnya yang tercermin dari keislamannya. Karena dengan mayoritas muslim seharusnya Indonesia bisa mengejawantahkan nilai-nilai kebaikan yang pernah diajarkan Rasul dalam keseharian. Sehingga, pada akhirnya islamlah yang memberikan sistem dan tata nilai untuk kebaikan bangsa di masa depan.

Leave a comment